Kampung Pulo (Kabupaten Garut)
Lokosi: Kampung Cijakar, Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut.
Batas wilayah: Utara; Desa Neglasari Kecamatan Kadungora, timur; Desa Karang Anyar dan Desa Tambak Sari Kecamatan Leuwigoong, selatan; Desa Margaluyu dan Desa Sukarame Kecamatan Leles, barat; Desa Talagasari Kecamantan Kadungora dan Desa Leles Kecamatan Leles.
Sekilas: Pada awalnya, Masyarakat Kampung Pulo beragama Hindu. Kemudian Embah Dalem Muhammad singgah ke daerah ini, saat dia terpaksa mundur karena mengalami kekalahan pada menyerangan terhadap Belanda. Kekalahan ini membuat dia tidak mau kembali ke Mataram karena malu dan takun kepada Sulat Agung. Dia beserta kawan-kawannya kemudian menetap didaerah Cangkuang yaitu Kampung Pulo dan mulai menyebarkan agama Islam pada daerah tersebut hingga wafat.
Sepeninggal Embah Dalem Arif Muhammad, di kampung tersebut dibuat enam rumah adat yang berjejer saling berhadapan, ditambah satu mesjid. Jumlah rumah tersebut tidak boleh ditambah atau dikurangi dan penduduk yang menempati pun tidak boleh lebih dari enam kepala keluarga.
Masyarakat kampung ini memegang aturan-atruan,antara lain, bentuk rumah, atap selamanya harus memanjang (jolopong); juga tidak boleh memelihara teranak besar berkaki empat, seperti kambing, sapi, kerbau dan lainnya; dilarang memukul goong besar; yang berhak menguasai rumah adat adalah wanita. Bagi anak laki-laki yang sudah menikah harus meninggalkan kampung. Masyarakat Kampung Pulo seluruhnya beragama Islam, tetapi mereka juga tetap melaksanakan sebagian ritus Hindu.
Batas wilayah: Utara; Desa Neglasari Kecamatan Kadungora, timur; Desa Karang Anyar dan Desa Tambak Sari Kecamatan Leuwigoong, selatan; Desa Margaluyu dan Desa Sukarame Kecamatan Leles, barat; Desa Talagasari Kecamantan Kadungora dan Desa Leles Kecamatan Leles.
Sekilas: Pada awalnya, Masyarakat Kampung Pulo beragama Hindu. Kemudian Embah Dalem Muhammad singgah ke daerah ini, saat dia terpaksa mundur karena mengalami kekalahan pada menyerangan terhadap Belanda. Kekalahan ini membuat dia tidak mau kembali ke Mataram karena malu dan takun kepada Sulat Agung. Dia beserta kawan-kawannya kemudian menetap didaerah Cangkuang yaitu Kampung Pulo dan mulai menyebarkan agama Islam pada daerah tersebut hingga wafat.
Sepeninggal Embah Dalem Arif Muhammad, di kampung tersebut dibuat enam rumah adat yang berjejer saling berhadapan, ditambah satu mesjid. Jumlah rumah tersebut tidak boleh ditambah atau dikurangi dan penduduk yang menempati pun tidak boleh lebih dari enam kepala keluarga.
Masyarakat kampung ini memegang aturan-atruan,antara lain, bentuk rumah, atap selamanya harus memanjang (jolopong); juga tidak boleh memelihara teranak besar berkaki empat, seperti kambing, sapi, kerbau dan lainnya; dilarang memukul goong besar; yang berhak menguasai rumah adat adalah wanita. Bagi anak laki-laki yang sudah menikah harus meninggalkan kampung. Masyarakat Kampung Pulo seluruhnya beragama Islam, tetapi mereka juga tetap melaksanakan sebagian ritus Hindu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar